BNPB Catat 74 Kali Bencana Landa Tanah Air di Awal Tahun 2025: Banjir Mendominasi
Pendahuluan
Bencana – Awal tahun 2025 menjadi awal yang penuh tantangan bagi Indonesia terkait bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 74 kali kejadian bencana hanya dalam 13 hari pertama. Dari jumlah tersebut, banjir menyumbang sekitar 58 kejadian, atau hampir 80 persen dari total bencana. Data ini menegaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi peningkatan risiko bencana hidrometeorologi, terutama dipicu oleh curah hujan ekstrem akibat fenomena La Niña yang masih berlangsung.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai lanskap bencana dan cuaca ekstrem di Indonesia pada tahun 2025, termasuk faktor penyebab, dampak bagi masyarakat dan infrastruktur, respons pemerintah, serta strategi mitigasi untuk menghadapi risiko bencana di masa depan.
Gambaran Umum Bencana dan Cuaca Ekstrem
Peningkatan Frekuensi dan Intensitas
Dalam dua minggu pertama Januari 2025, terjadi 74 peristiwa . Hampir setiap hari terjadi rata-rata 7 hingga 8 kejadian, dengan banjir sebagai jenis terbanyak. Curah hujan yang tinggi akibat fenomena La Niña menjadi pemicu utama, sehingga risiko banjir dan tanah longsor meningkat secara signifikan. Fenomena ini juga menyebabkan sebagian wilayah Indonesia mengalami hujan di atas normal, memperparah kerentanan masyarakat terhadap .
Banjir, Tanah Longsor, dan Kebakaran Hutan/Lahan
Meski banjir mendominasi, lain seperti tanah longsor dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga terjadi sepanjang tahun. Misalnya, pada periode Juli hingga Agustus 2025, tercatat ratusan kasus karhutla, puluhan banjir, dan sejumlah tanah longsor. Di beberapa daerah, rumah-rumah warga terendam banjir hingga beberapa meter, mengakibatkan ribuan jiwa terdampak. Beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah dan Sulawesi mengalami bersamaan, yakni banjir yang disertai tanah longsor.
Modifikasi Cuaca dan Prediksi Risiko
BNPB bekerja sama dengan BMKG untuk mengantisipasi curah hujan ekstrem dengan melakukan rapat koordinasi dan menyusun rencana operasi modifikasi cuaca. Salah satu tujuannya adalah meminimalisir banjir dan tanah longsor di wilayah yang diprediksi berpotensi tinggi terdampak bencana. Pendekatan ini menunjukkan adanya pergeseran dari mitigasi reaktif ke proaktif dalam menghadapi ancaman .
Dampak Terhadap Masyarakat dan Infrastruktur
Dampak Sosial dan Ekonomi
Banjir dan longsor awal tahun 2025 berdampak signifikan terhadap masyarakat. Puluhan ribu warga terdampak dalam sepekan pertama Januari, dengan rumah, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan. Selain itu, kegiatan ekonomi juga terganggu, terutama di daerah yang menjadi pusat pertanian dan perdagangan. Dampak sosial ini termasuk terganggunya aktivitas sekolah, kesehatan, dan mobilitas masyarakat sehari-hari.
Infrastruktur dan Risiko Kota
Kota-kota besar yang berada di pesisir, seperti Jakarta Utara, menghadapi risiko tambahan berupa banjir rob akibat kombinasi pasang laut dan curah hujan tinggi. Penurunan tanah, urbanisasi yang cepat, dan infrastruktur drainase yang belum memadai memperburuk dampak banjir rob. Kondisi ini menuntut strategi penanggulangan yang berbeda dibandingkan dengan bencana banjir di daerah pedesaan.
Konektivitas dan Ekosistem Rentan
Serangkaian bencana alam sering saling terkait. Curah hujan tinggi tidak hanya memicu banjir, tetapi juga longsor dan kerusakan infrastruktur jalan. Selain itu, kebakaran hutan yang terjadi di musim kemarau memperparah risiko tanah longsor di musim hujan. Efek domino ini memperbesar kerugian dan mempersulit upaya penanganan bencana.
Analisis Penyebab Utama dan Dinamika Iklim
Faktor Iklim: La Niña dan Musim Hujan Ekstrem
Fenomena La Niña yang lemah menjadi salah satu faktor utama meningkatnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Prediksi musim hujan 2025–2026 menunjukkan kemungkinan curah hujan tinggi berlangsung lebih lama dari biasanya, meningkatkan risiko banjir, tanah longsor, dan terkait air lainnya.
Perubahan Permukaan Laut dan Banjir Rob
Kenaikan permukaan laut dan perubahan morfologi pantai menjadi faktor penting dalam meningkatnya risiko banjir rob. Pengambilan air tanah berlebihan dan pengurangan area resapan di perkotaan memperparah kondisi ini. Banjir rob tidak hanya berdampak pada rumah-rumah warga, tetapi juga infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik.
Kerusakan Hutan dan Kebakaran Lahan
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama musim kemarau menurunkan kemampuan tanah menyerap air, sehingga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor. Hutan yang rusak juga mengurangi keberagaman ekosistem, yang pada gilirannya mempengaruhi ketahanan lingkungan terhadap.
Urbanisasi dan Infrastruktur Kuno
Pertumbuhan kota yang pesat sering kali tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai. Drainase yang tersumbat, hilangnya area resapan, dan konstruksi bangunan di daerah rawan banjir membuat kota lebih rentan. Hal ini terlihat jelas di Jakarta dan kota-kota pesisir lainnya yang menghadapi banjir rob berkepanjangan.
Kesiapsiagaan, Mitigasi, dan Respons Penanganan
Operasi Modifikasi Cuaca dan Upaya Mitigasi Aktif
Operasi modifikasi cuaca dilakukan untuk mengurangi curah hujan ekstrem di wilayah yang rawan banjir. Meskipun bukan solusi permanen, langkah ini menunjukkan pergeseran menuju mitigasi proaktif. Pendekatan ini dipadukan dengan peningkatan sistem peringatan dini, pemetaan daerah rawan bencana, dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Perbaikan Infrastruktur dan Sistem Peringatan Dini
Perbaikan sistem drainase, pembangunan tanggul, normalisasi sungai, dan peningkatan kapasitas penampungan air menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Sistem peringatan dini juga diperkuat untuk memberikan informasi secara cepat kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mengevakuasi diri sebelum terjadi.
Pemberdayaan Komunitas dan Peran Lokal
Kesiapsiagaan masyarakat menjadi faktor kunci dalam mengurangi dampak bencana. Pelatihan evakuasi, latihan rutin di komunitas, dan edukasi mengenai kebersihan lingkungan serta pengelolaan sampah dapat mengurangi risiko banjir dan tanah longsor. Peran aktif komunitas sangat penting, terutama di daerah-daerah terpencil atau rawan bencana.
Tantangan Masih Besar dan Isu Strategis
Kesenjangan Wilayah dan Kapasitas Daerah
Daerah tertinggal, terpencil, dan terluar sering kali memiliki keterbatasan sumber daya dan infrastruktur, sehingga lebih rentan terhadap bencana. Kota-kota besar menghadapi risiko yang berbeda, seperti banjir rob dan tekanan urbanisasi, memerlukan strategi penanganan yang disesuaikan.
Biaya Pemulihan dan Dampak Jangka Panjang
Kerusakan infrastruktur, rumah, fasilitas publik, dan ekonomi lokal menuntut biaya pemulihan yang besar. Tanpa mitigasi yang tepat, siklus bencana dapat berulang, memperbesar kerugian dan membebani anggaran pemerintah serta masyarakat.
Perubahan Iklim dan Adaptasi yang Masih Terbatas
Adaptasi terhadap perubahan iklim masih terbatas. Infrastruktur lama, regulasi yang belum optimal, dan kesiapan masyarakat yang beragam menjadi tantangan. Strategi adaptasi jangka panjang harus menjadi prioritas, termasuk pembangunan tanggul, drainase modern, dan edukasi masyarakat tentang risiko bencana.
Peluang dan Rekomendasi Ke Depan
Integrasi Mitigasi Bencana ke Pembangunan Infrastruktur
Setiap pembangunan kota dan wilayah pesisir harus memasukkan mitigasi bencana sebagai bagian dari desain utama. Tanggul laut, resapan air, dan normalisasi sungai harus dikaitkan dengan risiko banjir dan banjir rob. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya menambah fasilitas tetapi juga memperkuat ketahanan wilayah.
Penguatan Data dan Teknologi Peringatan Dini
Pemanfaatan teknologi modern seperti sensor curah hujan, sistem aliran sungai real-time, satelit pemantau bencana, dan platform digital untuk evakuasi masyarakat dapat meningkatkan efektivitas mitigasi bencana. Teknologi ini memungkinkan respons cepat dan keputusan berbasis data yang akurat.
Pemberdayaan Komunitas dan Edukasi Publik
Kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana harus terus ditingkatkan melalui program edukasi di sekolah, latihan rutin komunitas, dan informasi publik yang transparan. Pelatihan evakuasi, kesiapan keluarga, dan kesadaran lingkungan menjadi elemen penting dalam membangun ketahanan lokal.
Pendanaan dan Skema Inovatif Mitigasi
Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta melalui asuransi bencana, dana cadangan daerah, dan proyek tanggul laut berskala besar. Skema pendanaan inovatif ini memungkinkan pembangunan mitigasi berkelanjutan dan memperkuat ketahanan jangka panjang
